Sangat mungkin pembenaran diri yang dimaksud adalah untuk meminimalisasi tuntutan hukum yang terutama tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaannya, “Dan siapakah sesamaku manusia?” (ay. 29).
Ahli Taurat ini memiliki kerangka berpikir tertentu tentang siapa saja yang merupakan sesamanya dan Yesus Kristus hendak mengkonfrontasi kerangka berpikir tersebut.
Yesus Kristus hendak menantang konsistensi ahli Taurat tersebut, yakni bila ia sungguh-sungguh mengasihi Tuhan Allah, bersediakah ia mengasihi sesamanya manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Tuhan Allah, bahkan mereka yang dalam benaknya bukanlah umat pilihan Allah (orang non Yahudi)?
Tantangan Yesus Kristus mendorong ahli Taurat tersebut untuk memikirkan kembali dengan sungguh-sungguh tentang perintah Tuhan Allah untuk mengasihi orang lain, baik sesama Israel maupun orang asing (lih. Imamat 19:33-34).
Yesus Kristus kemudian mengisahkan tentang orang Samaria yang murah hati itu (ay. 30-35).
Yesus Kristus mulai dengan mengisahkan seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho dan jatuh ke tangan para penyamun yang merampok, memukuli, dan meninggalkannya hampir mati.
Siapa orang ini tidak dijelaskan dengan detil, sebab yang hendak ditunjukkan dari kisah ini adalah respons orang-orang terhadap orang yang malang ini.
Perjalanannya memang penuh resiko mengingat beratnya jalan yang harus dilewatinya sebagai jalan yang panjang, penuh bebatuan, di kelilingi gua-gua.